Sifat Pelit

Sifat Pelit Suami Bisa Menurun ke Anak, Begini Penjelasannya

Sifat Pelit Suami Bisa Menurun ke Anak, Begini Penjelasannya
Sifat Pelit Suami Bisa Menurun ke Anak, Begini Penjelasannya

JAKARTA - Dalam sebuah keluarga, kepribadian orangtua sering kali menjadi cerminan bagi anak-anaknya. Salah satunya adalah sifat pelit yang dimiliki oleh seorang suami terhadap istri, yang ternyata bisa diwariskan secara perilaku pada anak.

Psikolog klinis Yustinus Joko Dwi Nugroho, M.Psi., dari Rumah Sakit DR Oen Solo Baru, menjelaskan bahwa sifat pelit ayah dapat dengan mudah ditiru oleh anak-anaknya. Hal ini terjadi karena anak cenderung belajar dari pola perilaku yang ditampilkan oleh orangtuanya di rumah.

Anak Meniru Perilaku Finansial Orangtua

Menurut Joko, anak akan melihat bagaimana ayahnya bersikap terhadap uang dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seorang ayah terlalu perhitungan dalam mengeluarkan uang, anak dapat meniru kebiasaan itu dan menganggapnya sebagai cara hidup yang wajar.

Namun, pola ini tidak selalu berujung sama. Ada pula anak yang justru tumbuh menjadi pribadi yang sangat boros sebagai bentuk reaksi berlawanan terhadap sikap ayah yang terlalu hemat. Anak seperti ini biasanya pernah mengalami masa kecil yang penuh keterbatasan finansial dan ingin membalasnya dengan gaya hidup konsumtif ketika dewasa.

Kondisi itu menunjukkan bahwa cara orangtua memperlakukan uang bisa membentuk dua sisi ekstrem pada anak—antara menjadi terlalu pelit atau justru sangat boros.

Dampak Sifat Pelit terhadap Harga Diri Anak

Selain membentuk kebiasaan finansial, sifat pelit ayah juga dapat memengaruhi rasa percaya diri anak. Anak yang sering merasa kebutuhannya diabaikan demi alasan “berhemat” dapat tumbuh dengan harga diri yang rendah.

“Finansial yang kurang terpenuhi karena ayahnya pelit bisa memicu masalah harga diri, terutama kalau teman-temannya secara uang sakunya lebih daripada dia,” ujar Joko.

Anak bisa merasa tidak berharga ketika kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi, apalagi jika melihat teman-teman lain hidup lebih leluasa. Dalam jangka panjang, perasaan ini bisa berkembang menjadi rasa rendah diri dan sulit percaya diri dalam bersosialisasi.

Bedakan Antara Hemat dan Pelit

Tidak semua perilaku menahan pengeluaran bisa disebut pelit. Menurut Joko, penting untuk membedakan antara berhemat dan pelit.

Berhemat adalah sikap yang tetap mempertimbangkan kebutuhan wajar keluarga, seperti belanja harian, biaya pendidikan anak, atau kebutuhan rekreasi yang mempererat keharmonisan rumah tangga. Orang yang hemat akan tetap mengeluarkan uang untuk hal-hal penting dan bermanfaat.

Sebaliknya, suami yang pelit memiliki kecenderungan menahan uang bahkan untuk kebutuhan dasar. “Kalau terkait dengan suami pelit, dia punya tabungan tapi menghindari mengeluarkan uang, bahkan untuk kebutuhan yang wajar,” kata Joko.

Sikap seperti ini bisa membuat pasangan merasa tidak dihargai dan menimbulkan ketegangan dalam rumah tangga.

Pengaruh pada Hubungan Keluarga

Sifat pelit yang ditunjukkan ayah tidak hanya berdampak pada hubungan dengan istri, tetapi juga menciptakan atmosfer kaku dalam keluarga. Anak tumbuh dalam suasana di mana uang dianggap hal menakutkan, bukan alat untuk menciptakan kenyamanan.

Ketika kebutuhan anak sering kali diabaikan, ia bisa menganggap kasih sayang orangtuanya diukur dari uang yang tidak diberikan. Hal ini memicu jarak emosional antara anak dan ayah, membuat komunikasi dalam keluarga menjadi dingin dan penuh jarak.

Sebaliknya, ketika ayah menerapkan pola keuangan yang sehat, anak belajar tentang tanggung jawab finansial tanpa kehilangan rasa aman secara emosional. Ia akan memahami arti menghargai uang tanpa merasa kekurangan kasih sayang.

Cara Mencegah Pola Pelit Menular ke Anak

Untuk mencegah sifat pelit menurun, orangtua perlu menanamkan nilai keuangan yang seimbang. Anak harus diajarkan bahwa uang penting, tetapi bukan segalanya.

Langkah pertama adalah memberikan contoh nyata tentang bagaimana mengelola uang dengan bijak. Orangtua bisa mengajak anak berdiskusi tentang perencanaan keuangan keluarga secara sederhana, agar mereka memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan.

Selain itu, penting untuk memberikan ruang pada anak untuk belajar mengatur uangnya sendiri, misalnya melalui uang saku mingguan. Dengan begitu, anak bisa belajar menabung dan membelanjakan uangnya secara bertanggung jawab tanpa rasa takut atau berlebihan.

Menumbuhkan Nilai Positif tentang Uang

Anak yang tumbuh dalam lingkungan keuangan sehat akan memiliki hubungan yang lebih baik dengan uang di masa depan. Mereka belajar bahwa uang bisa menjadi alat untuk berbagi, menolong orang lain, dan menciptakan kebahagiaan bersama, bukan sumber konflik atau rasa bersalah.

Sebaliknya, jika anak melihat orangtuanya terlalu kikir atau selalu menahan pengeluaran, ia bisa menganggap uang adalah sesuatu yang harus disembunyikan dan tidak boleh digunakan. Pola ini akan terus terbawa hingga dewasa dan memengaruhi cara mereka memperlakukan pasangan atau anak-anaknya kelak.

Maka, keseimbangan menjadi kunci utama. Orangtua harus mampu menunjukkan bahwa hidup hemat tidak berarti menolak kebahagiaan. Anak perlu melihat bahwa uang bisa digunakan dengan tanggung jawab tanpa rasa takut kehilangan.

Sifat pelit suami terhadap istri bukan hanya memengaruhi dinamika rumah tangga, tetapi juga berpotensi diwariskan kepada anak. Anak belajar dari contoh yang diberikan, bukan hanya dari nasihat yang didengar.

Jika ayah memperlakukan uang dengan penuh ketakutan dan kekakuan, anak bisa tumbuh dengan persepsi yang salah tentang nilai uang. Sebaliknya, ketika orangtua menunjukkan keseimbangan antara penghematan dan kepedulian, anak akan belajar bahwa mengelola uang adalah bagian dari mencintai diri sendiri dan keluarga.

Dengan menanamkan nilai hemat yang sehat, keluarga tidak hanya terhindar dari sifat pelit, tetapi juga membangun fondasi emosional dan finansial yang kokoh untuk generasi berikutnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index